Penulis, Dr. Agus, M.Si
Peneliti Kebijakan Publik PusDeK UIN Mataram
Pendahuluan
Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki peluang strategis untuk menjadi pemain utama dalam industri pariwisata halal global. Dalam konteks ini, Nusa Tenggara Barat (NTB) menempati posisi yang sangat menjanjikan. Dengan kekayaan alam yang luar biasa, budaya yang kaya, dan komunitas masyarakat yang mayoritas Muslim, NTB berpotensi menjadi destinasi pariwisata halal unggulan di dunia. Namun, potensi ini belum sepenuhnya dimaksimalkan. Opini ini mengulas secara mendalam mengenai potensi pasar pariwisata halal di NTB, tantangan yang dihadapi, serta langkah-langkah strategis yang perlu diambil untuk mewujudkan NTB sebagai destinasi pariwisata halal yang kompetitif, inklusif, dan berkelanjutan.
Pariwisata halal bukan sekadar tentang makanan halal, tetapi mencakup seluruh aspek pengalaman wisata yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Ini mencakup akomodasi yang menyediakan fasilitas shalat, restoran dengan sertifikasi halal, aktivitas wisata yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai syariah, serta lingkungan yang ramah bagi keluarga Muslim. Menurut laporan Global Islamic Economy Indicator (GIEI) yang diterbitkan oleh DinarStandard, pasar pariwisata halal dunia diperkirakan bernilai lebih dari 230 miliar dolar AS pada tahun 2023 dan terus tumbuh pesat seiring meningkatnya kesadaran umat Muslim akan pentingnya perjalanan yang sesuai dengan keyakinan mereka.
Negara-negara seperti Malaysia, Uni Emirat Arab, Turki, dan Maroko telah sukses memposisikan diri sebagai destinasi halal unggulan. Mereka tidak hanya menarik wisatawan Muslim dari negara berkembang, tetapi juga dari negara-negara Barat yang memiliki komunitas Muslim signifikan. Indonesia, dengan potensi alam dan budaya yang luar biasa, memiliki peluang besar untuk menyaingi negara-negara tersebut. Dan di tengah-tengah potensi nasional itu, NTB muncul sebagai salah satu provinsi dengan daya tarik yang sangat kuat.
Potensi Provinsi NTB
Provinsi NTB, yang terdiri dari Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa, dikenal dengan keindahan alamnya yang spektakuler. Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air menjadi destinasi favorit wisatawan internasional karena pantainya yang eksotis, air laut yang jernih, dan terumbu karang yang masih terjaga. Gunung Rinjani, sebagai salah satu gunung tertinggi di Indonesia, menarik ribuan pendaki setiap tahun. Sementara itu, budaya Sasak yang kental, tradisi tenun ikat, dan desa-desa adat seperti Sade dan Rambitan menawarkan pengalaman budaya yang autentik.
Yang membuat NTB semakin unggul adalah fakta bahwa lebih dari 95% penduduknya beragama Islam. Ini memberikan keunggulan komparatif dalam mengembangkan pariwisata halal, karena lingkungan sosial dan budaya secara alami mendukung nilai-nilai yang sesuai dengan kebutuhan wisatawan Muslim. Fasilitas ibadah seperti masjid dan musala mudah ditemui, dan makanan halal bukanlah sesuatu yang harus dicari melainkan sesuatu yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Namun, meskipun potensi tersebut sangat besar, NTB belum sepenuhnya memposisikan diri sebagai destinasi pariwisata halal yang terstruktur dan terintegrasi. Banyak wisatawan Muslim dari Timur Tengah, Asia Tenggara, bahkan Eropa yang datang ke Lombok tanpa menyadari bahwa mereka sedang berada di destinasi yang sangat ramah bagi Muslim. Hal ini menunjukkan bahwa branding dan promosi pariwisata halal NTB masih sangat lemah.
Tantangan Pengembangan Pariwisata Halal di NTB
Meskipun memiliki banyak keunggulan, pengembangan pariwisata halal di NTB menghadapi sejumlah tantangan yang perlu diatasi secara serius.
Pertama, infrastruktur pendukung masih terbatas. Meskipun Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid di Lombok telah mengalami peningkatan kapasitas, aksesibilitas dari dan ke destinasi wisata masih menjadi kendala. Jalan menuju Gili atau desa-desa adat belum sepenuhnya memadai, dan transportasi publik yang ramah wisatawan halal seperti taksi atau bus yang menyediakan waktu shalat masih sangat minim.
Kedua, standarisasi dan sertifikasi halal belum merata. Meskipun makanan di NTB secara umum halal karena mayoritas penduduk Muslim, tidak semua restoran atau hotel memiliki sertifikasi resmi dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Sertifikasi ini penting karena wisatawan halal internasional khususnya dari Timur Tengah sangat mengandalkan label halal sebagai jaminan kehalalan produk.
Ketiga, kurangnya pelatihan dan edukasi bagi pelaku industri pariwisata. Banyak pengelola hotel, restoran, dan pemandu wisata belum memahami secara mendalam apa itu pariwisata halal dan bagaimana cara menyediakan layanan yang sesuai. Misalnya, menyediakan Al-Qur’an di kamar, menyediakan arah kiblat, atau mengatur jadwal aktivitas agar tidak mengganggu waktu shalat.
Keempat, belum adanya kebijakan strategis yang komprehensif dari pemerintah daerah. Meskipun Pemerintah Provinsi NTB telah menyatakan komitmen untuk mengembangkan pariwisata halal, implementasi di lapangan masih terfragmentasi. Belum ada grand design yang mengintegrasikan aspek kebijakan, promosi, pelatihan, dan investasi secara menyeluruh.
Strategi Pengembangan
Untuk mewujudkan NTB sebagai destinasi pariwisata halal unggulan, dibutuhkan pendekatan strategis yang holistik dan berkelanjutan. Berikut adalah beberapa langkah konkret yang dapat diambil:
1) Pembangunan infrastruktur ramah wisatawan Muslim. Pemerintah perlu memprioritaskan pembangunan infrastruktur yang mendukung pariwisata halal. Ini termasuk penyediaan masjid atau musala di setiap destinasi wisata utama, ruang shalat di bandara dan terminal, serta transportasi umum yang memperhatikan waktu shalat. Selain itu, akses menuju destinasi terpencil harus diperbaiki agar lebih mudah dijangkau;
2) Sertifikasi halal dan standar layanan. Pemerintah daerah bekerja sama dengan BPJPH dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) harus mendorong seluruh pelaku usaha pariwisata mulai dari hotel, restoran, hingga agen perjalanan untuk memperoleh sertifikasi halal. Program pelatihan dan insentif fiskal dapat diberikan untuk mendorong partisipasi. Selain itu, perlu dikembangkan standar pelayanan pariwisata halal yang mencakup aspek keramahan, kebersihan, dan kenyamanan beribadah
3) Penguatan branding dan promosi internasional. NTB perlu membangun identitas merek (branding) yang kuat sebagai destinasi pariwisata halal. Kampanye promosi harus dilakukan secara intensif di pasar utama seperti Timur Tengah (Arab Saudi, UEA, Kuwait), Asia Tenggara (Malaysia, Singapura, Thailand), dan negara-negara dengan komunitas Muslim besar seperti Inggris, Jerman, dan Australia. Kolaborasi dengan influencer Muslim, media Islam, dan travel agent khusus pariwisata halal dapat menjadi strategi efektif
4) Pengembangan produk wisata halal yang inovatif. Selain wisata pantai dan alam, NTB dapat mengembangkan produk wisata halal yang unik, seperti wisata religi (zakat tour, wisata wakaf, kunjungan ke pesantren), wisata kuliner halal dengan sentuhan lokal (seperti ayam taliwang, plecing kangkung), wisata budaya yang ramah syariah (festival tenun, wisata desa adat), hingga wisata kesehatan berbasis herbal dan tradisional yang sesuai dengan prinsip Islam
5) Pemberdayaan masyarakat lokal. Pariwisata halal harus menjadi sarana pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal. Program pelatihan keterampilan, pelatihan bahasa asing (khususnya bahasa Arab dan Inggris), serta pendampingan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) sangat penting. Dengan begitu, masyarakat tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga pelaku utama dalam industri pariwisata halal
6) Koordinasi multisektor. Pengembangan pariwisata halal tidak bisa dilakukan oleh pemerintah daerah sendiri. Diperlukan kolaborasi antara pemerintah pusat, swasta, lembaga keuangan syariah, perguruan tinggi, dan organisasi keagamaan. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Agama, serta Bank Indonesia Syariah dapat berperan dalam menyediakan pendanaan, regulasi, dan dukungan teknis
Keunggulan NTB tidak hanya terletak pada potensi alam dan budayanya, tetapi juga pada komitmen terhadap keberlanjutan. Banyak destinasi di NTB, seperti Gili, telah menerapkan kebijakan larangan plastik sekali pakai dan pengelolaan sampah yang baik. Ini sejalan dengan prinsip Islam yang menekankan tanggung jawab terhadap lingkungan (khalifah fil ardh). Dengan menggabungkan pariwisata halal dan pariwisata berkelanjutan, NTB dapat menjadi model destinasi ramah Muslim sekaligus ramah lingkungan.
Penutup
Pariwisata halal bukan sekadar tren, tetapi merupakan kebutuhan nyata dari jutaan Muslim di seluruh dunia yang ingin menikmati liburan tanpa harus mengorbankan keyakinan mereka. NTB, dengan segala potensinya, memiliki semua elemen untuk menjadi destinasi pariwisata halal kelas dunia. Namun, potensi tanpa aksi nyata hanyalah mimpi belaka.
Diperlukan visi yang kuat dari pemerintah daerah, dukungan dari sektor swasta, partisipasi aktif masyarakat, dan komitmen terhadap kualitas serta keberlanjutan. Jika semua pihak bersinergi, bukan tidak mungkin dalam satu dekade ke depan, NTB akan dikenal bukan hanya sebagai "Swiss-nya Indonesia", tetapi sebagai "Madainya Asia" destinasi pariwisata halal yang damai, indah, dan bermartabat.
Indonesia perlu bangga memiliki NTB. Saatnya kita tidak hanya membanggakan potensinya, tetapi juga mewujudkannya. Dengan pariwisata halal, NTB bisa menjadi jembatan antara keindahan alam, kekayaan budaya, dan nilai-nilai luhur Islam. Dan di tengah dunia yang semakin kompleks, NTB bisa menjadi contoh bagaimana pariwisata bisa menjadi alat perdamaian, inklusi, dan kemakmuran bersama.